TERSESAT MEMBAWA NIKMAT....................................
Assalamualaikum...
Lebaran Haji Kali
ini Kami (wasana Praja XXIV) lebih beruntung karena mendapatkan Izin Bermalam
Selama 3 hari, kesempatan ini juga tak kami sia-siakan untuk melanjutkan
planing yang gagal bulan lalu, ya ! ngetrip ke gunung Papandayan, Garut Jawa
Barat.
Ditemani tiga
rekan satu hobi. ARI ‘AWE’ WAHYU (JAMBI), RYAN ‘MPO’ PURNAMA (JAMBI) DAN FADHIL
‘QADRI’ FACHRI (KALBAR). Perjalanan dimulai pada 7.00 wib minggu kemarin
(11/09) dari terminal cilenyi menuju terminal garut dengan perjalanan kurang
lebih 60 menit dengan ongkos 20k/person. Sesamapi di terminal kami sepakat
untuk makan pagi dahulu dan membeli logistic berdasarkan pengalaman beberapa
kali naik gunung yang minim logistic kali ini pun kami membawa logistic
banyak-banyak niatnya sih agar bisa makan enak diatas. Tepat pukul 10.00 wib dengan angkutan kota (angkot)
bewarna biru putih yang banyak berjejer di sepanjang terminal kami melanjutkan
perjalanan dengan ongkos 25k/p estimasi waktu 1jam 30menit. Dan tepat jam 11.30
Wib kami sampai di desa cisurupan kaki gunung Papandayan, disana nanti kamu
bakal lansung disamperin sama akang-akang tukang ojek gunung dan menawarkan
jasa untuk diantar keatas dengan ongkos naik 30k/p cukup mahal memang karena
jalannya cukup terjal namun kalo ongkos turun hanya 25k/p . sekitar 10 menit
kamu bakal sampai di pos pendaftaran gunung Papandayan, kawasan Papandayan saat
ini telah dikelola oleh pihak swasta (perusahaan) sehingga memang cukup mahal
untuk setiap kegiatan disana.
Untuk pengunjung
domestic seperti kami dikenakan 30k/p dan kalau mau nge-camp maka ditambah
35k/p jadi total yang harus dibayar untuk menginap 1 malam di hotel seribu
bintang Papandayan dalah 65k/p . namun berita bagusnya kamu dapat fasilitas
security selama berada dikawasan tersebut. sesaat sebelum pendakian adzan
zhuhur pun berkumandang di pos 1. Sehingga kami sepakat untuk sholat terlebih
dahulu (pecinta alam pasti mencintai pencipta alam) tepat pukul 13.00 perjalan
kami mulai dengan estimasi waktu menurut teteh di pusat informasi tadi adalah 2
jam untuk samapi ke Ghuber Hut, tapi ya taulah namanya praja dengan metode ‘gas
terus’ tepat pukul 14.10 kami sudah sampai di pos 9 (Ghuber Hut). Sebenarnya
antara pos 9 dan pos 10 jaraknya hanya sekitar 10 menit berjalan, namun kalo
kalian berniat untuk meninmati sunrise makan Ghuber Hut adalah tempat yang
paling tepat, jika keadaan tidak terlalu ramai maka kalian bisa memilih tempat
yang begitu membuka tenda lansung berpapasan dengan sunrise diantara gunung
cikuray seperti yang kami kemarin.
Setelah berkemas
dan mendirikan tenda sekitar 30 menit kami lansung melanjutkan perjalanan dari Ghuber
Hut ke hutan mati jaraknya cukup dekat
hanya dengan 20 menit jalan kaki, hutan
mati adalah suatu area yang dipenuhi kayu kayu pohon yang telah mati akibat
letusan gunung Papandayan 2002 silam, view hutan mati membuat kami sedang
berada di musim gugur korea dan jepang. Setelah puas mengabadikan moment di
hutan mati barulah petualang kami dimulai....
Tersesat dalam pencarian Taman Edelweis Papandayan
Bermodal mental
dan informasi dari pendaki yang berada disekitar hutan mati tadi kami nekat untuk melanjutkan
pendakian menuju tegal alu, yaitu taman edelwies terluas se-asia tenggara (32
Ha) sebenarnya kamis sudah mendapatkan peringatan (warning) dari petugas pos 9
tadi bahwa tidak boleh lagi melanjutkan aktivitas pendakian karena pukul 17.00
wib harus sudah berada di camp masing-masing namun kami masing mamaksa kehendak
untuk tetap naik sore itu juga, suasana pendakian begitu sepi teriakan teriakan
khas pendaki tidak mendapat jawaban dari atas sana, namun kami tetap memaksa
untuk naik agar besok tidak perlu mengulang lagi dan setelah sunrise bisa
lansung pulang, setelah melewati tebing-tebing terjal sekitar 20 menit saya
sempat takut karena medan begitu sulit sedangkan safety sangat namun tak mau
menampakan wajah khawatir kepada rekan-rekan di bawah maka saya menyemangati
“ayo.... sedikit lagi” sekitar 10 menit kemudian barulah bertemu dengan pendaki
lain, kami pikir mereka telah sampai pada tegal alun, ternyata sialnya mereka
juga tersesat tetapi tidak memberitahukan kepada kami, sehingga kami terus
melajutkan perjalanan. Memang tidak sia-sia kami tetap menemukan taman edelwies
tetapi hanya sedikit, kami menyebutnya sungai edelwies karena berada diantara
lereng dan mengalir dari atas kebawah seperti sungai, kami terus menyusuri
sungai itu, namun sesampai di ujung kami tidak menemukan taman edelweis yang
dimaksud, sehingga saya sempat browsing dan memperlihatkan kepada yang lain
“ah.... bukan ini yang dimaksud tegal alun, lihat ini (sambil menunjukan hasil
browsing) tegal alun luas sekali” pada saat ini posisinya kami sudah mulai
tersesat karena semakin kami teruskan malah kami semakin turun ke bawah.
Setelah berdiskusi akhirnya kami balik kanan dan sepakat untuk menuju puncak
“mungkin edelweis itu (tegal alun) berada dibalik puncak” saya kembali mencari
jalan sempat bingung dan semakin takut karena tidak ada tanda-tanda bekas
sepatu lewat disana sebelumnya (Foto 1) namun saya sok yakin agar tidak membuat
tim khawatir, saya terus naik dan naik sedangkan yang lain masih dibelakang,
sempat dimarahi oleh awe “kita mau
kemana lagi.... sudah tidak ada apa-apa lagi diatas dana” hingga akhirnya kami
mencari tempat yang agar datar untuk beristirahat dan mengeluarkan kompor untuk
memasak satu periuk kopi untuk di seduh bersama roti dan logistik. 5 menit
kemudia cuaca menjadi sangat cerah dan kami membuat awan-awan berlarian saling
kejar membentuk keindahan yang tidak kami dapatkan sebelum saat itulah kami
sadar bahwa kami sedang berada di puncak Papandayan. Sebenarnya masih sangat betah
disana menikmati matahari yang semakin turun (sunset) namun waktu sudah
menunjukan pukul 17.15 Wib kami sudah terlambat 15 menit dari perintah security
untuk kembali ke tenda akhirnya awe, ryan dan fadhil bergegas membwa ransel
turun kebawah dan saya menyempat untuk sholat zhuhur sebagai rasa syukur telah
di panjangkan umur pada sore itu. Dengan
berlari tak berselang lama tim berhasil saya kejar. Barulah dari sana kami
berlari kebawah (kami menyebut diri sebagai “maze runner”) saya kembali sangat
bersyukur karena ketika berlari pegangan saya pada phon sempat terlepas dan
terpental ke tanah namun beruntungnya saya berlari kencang sehingga tidak
terjatuh kepad tunggu di bawah pohon saya terjatuh, jikalau saja saya terjatuh
tepat dibawah pohon tersebut pasti saat ini akan lain cerita. Tepat pukul 17.40
kami sudah berada di Ghuber Hut kembali dan menceritakan perihal tersesatnya
kami di puncak Papandayan..