CARA MENDAKI GUNUNG - EXPEDISI PAPANDAYAN 2/3

by Label: di


............SELAMAT MALAM, DARI BABER SAMPAI BAPER........... 2/3
Matahari telah pergi dari peraduannya ku lihat rembulan semakin ke tangah dan semkin terang, dua kali aku bolak-balik dari tenda kesumber air untuk mencari sampah-sampah plastik untuk dijadikan sebagai bahan bakar api, namun api tidak bertahank lama karena kayu kayu masih basah bekas hujan kemarin malam, akhirnya kami semalaman tidak tanpa api, hanya bermodalkan cahaya rembulan dan ribuan bintang yang malam itu cukup terang. Kami sempat diingatkan untuk pindah oleh pihak security karena mendirikan tenda terpencil dari rombongan, ditakutkan akan datang babi hutan dan merusak tenda, namun kami tetap gigih untuk mendirikan tenda disana karena view memang pas untuk melihat sunrise yang menjadi tujuan utama kami. Setelah sholat isya kami siap untum melaksanakan ‘menza’ malam kali ini berkesempatan menyantap hidangan Chef Ryan Purnama, Mie Ayam Sosis kira kira begitulah menu malam itu, dengan metode “cabik” atau dalam bahasa kerinci “subin” yaitu suatu teknik memotong makanan dengan tangan, jadi ayam yang dimasukan kedalam nesting hanya dibelah dengan tangan yang katanya sudah steril (katanya sih). Namun ya begitu lah kehidupan gunung, kamu belajar untuk hidup sederhana dan kondisi yang seadaanya, kalo di gunung pilih pilih makan maka kamu akan mati kelaparan.

Setelah makan malam, satu persatu kami mencari pohon masing-masing sebagai titik telponan, karena disana tidak seperti gunung kerinci yang sinyal penuh walau di puncak gunung, di papandayan harus naik pohon (memanjat) temukan tempat yang enak (PW) baru telponan bisa dimulai, inilah moment yang menurut saya tidak bisa dijual. Disinari cahaya bulan yang tembus diantara daun-daun pepohonan, ditemani jutaan bintang-bintang, angin semilir yang menembus tulang, suara-suara binatang malam, dari sela-sela rumbut asyik bermain kunang kunang, mencipkan pengalaman yang selalu indah untuk dikenang, kali ini awe dan fadhil yang bertugas mengambil air untuk memasak kopi esok hari, sedangkan saya dan mpo menunggu di tenda mengantisipasi kedatangan Baber (babi jeger) yaitu panggilan kami kepada penunggu hutan ghuber hut yang kerap mengganggu pendaki.

Satu persatu dari kami saling bercerita tentang pengalaman dan ilmu masin-masing, sedangkan sayup sayup terdengar suara takbir dari pemukiman dibawah gunung, hingga kami tersadar bahwa esok adalah haji raya besar umat islam (Idul Adha 1437 H) sehingga kami ikut bertakbir dengan haru, teringat keluarga dikampung halam yang sedang bersuka cita, mereka disana pasti sedang berkumpul dengan keluarga-keluarga yang pulang dari perantauan, namun hanya doa yang kami panjatkan dari hati masing-masing semoga tahun depan bisa lulus dengan baik dan menikmati hari raya bersama. Insyaallah ....

Jam sudah menunjukan pukul 23.00 Wib sebelum tidur kami mengcek HP masing-masing untuk mengaktifkan alarm jangan sampai esok pagi telat bangun dan melewatkan sunrise, hangatnya sleeping bag hasil rentalan menjadi penolong kami malam itu. dan  Malampun semakin malam, sunyi semakin sunyi, penerangan dari senter semakin redup, seolah mengasuh mata kami semua untuk tertidur.
















Posting Komentar

Back to Top